Minggu, 29 Juli 2012

Satu-satunya Alasan mengapa Mumi Fir'aun Awet sampai sekarang



SAINTIS Perancis Memeluk Islam Setelah Mengkaji Penemuan Mayat Firaun Pada pertengahan tahun 1975. 

Presiden Perancis menawarkan kerajaan Mesir bantuan untuk meneliti, mempelajari dan menganalisis mumi Firaun, Ramsess II yang sangat terkenal. Firaun yang dikatakan hidup di zaman Nabi Musa yang akhirnya mati tenggelam dalam Laut Merah ketika mengejar Musa dan para pengikutnya yang melarikan diri daripada kekejamannya. Mesir menyambut baik tawaran itu dan membenarkan mumi itu diterbangkan ke Paris.
Malah ketika sampai di sana kedatangan mumi itu disambut dengan pesta dan keramaian. Ini termasuk Mitterand dan para pemimpin Perancis yang lain tunduk hormat ketika mumi itu dibawa lalu di hadapan mereka. Mumi itu kemudiannya diletakkan di ruang khusus di Pusat Arkeologi Perancis. Di situ ia akan diperiksa sekaligus membongkar rahasianya oleh para ahli, dokter bedah dan autopsi Perancis yang dipimpin oleh dokter yang sangat terkenal, Prof. Dr. Maurice Bucaille.
Bucaille seorang pakar bedah ternama Perancis yang dilahirkan di Pont-L’Eveque pada 19 Juli 1920. 
Ternyata, hasilnya sangat mengejutkan. Dr. Bucaille menemukan sisa-sisa garam yang masih melekat pada jasad mumi tersebut sebagai bukti terbesar bahawa Firaun itu mati akibat tenggelam di dalam laut. Dan jasadnya segera dikeluarkan dari laut, ‘dirawat’ segera dan dijadikan mumi supaya jasad itu kekal dan awet.
Namun penemuan itu menimbulkan persoalan yang sangat besar kepada Dr. Bucaille. Bagaimana jasad tersebut masih dalam keadaan sangat baik sementara jasad-jasad yang lainnya tenggelam dan dikeluarkan dari laut tidak sebagian besar utuh.
Namun seorang sekannya sempat berbisik kepada Dr. Bucaille bahwa penemuan ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru. “Jangan tergesa-gesa kerana sesungguhnya umat Islam telah berbicara mengenai peristiwa Firaun yang mati lemas dan mayatnya dipelihara hingga hari ini!” Namun kata-kata itu ditentang keras oleh Dr. Bucaille karena beliau menganggap itu mustahil. Baginya membongkar sesebuah misteri yang lama, tidak mungkin dapat diketahui kecuali dengan perkembangan teknologi modern, peralatan dan pengetahuan canggih yang mutakhir dan tepat.
Dr. Bucaille menjadi serba salah dan bingung ketika diberitahu bahwa al-Quran yang diyakini dan dipercayai oleh umat Islam telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan kemudian mayatnya diselamatkan.
Beliau semakin tertanya-tanya, bagaimana perkara seperti itu dapat diterima oleh akal sehat karena mumi itu baru saja ditemui sekitar tahun 1898. Sedangkan al-Quran telah ada di tangan umat Islam sejak ribuan tahun sebelumnya. Matanya tidak lepas memandang mumi Firauan yang terbujur di hadapannya, Dr. Bucaille terus tertanya-tanya bagaimana al-Quran dapat membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari laut sejak ribuan tahun lalu. “Apakah masuk akal di hadapanku ini adalah Firaun yang coba menangkap Musa (Nabi)? Apakah masuk akal Muhammad (Nabi) mengetahui hal ini? Padahal kejadian Musa dikejar Firaun telah berlaku sebelum al-Quran diturunkan,” bicara hatinya sendirian.
Lalu beliau mendapatkan kitab Injil yang di dalamnya hanya membicarakan Firaun yang tenggelam di tengah laut saat mengejar Nabi Musa tetapi tidak diceritakan mengenai mayat Firaun. Sementara dalam Kitab Perjanjian Lama (Injil Lama) pula yang diceritakan dalam kitab itu hanyalah: “Air (laut) pun kembali seperti sebuah lautan yang berombak dan beralun, menenggelamkan kereta-kereta (chariot) kuda, pasukan berkuda dan seluruh bala tentera Firaun tanpa ada seorang pun yang dapat menyelamatkan diri. Tetapi anak-anak Israel dapat menyelamatkan diri atas daratan kering di tengah-tengah laut itu”. (Exodus 14:28 dan Psalm 136:15) 
Dr. Bucaille sangat terkejut karena tidak disebut langsung mengenai apa yang terjadi selanjutnya kepada mayat Firaun selepas tenggelam itu. Ini menjadikan dia sangat kebingungan.
Apabila mumi dikembalikan  ke Mesir, Dr. Bucaille terus mendapatkan kepastian mengenai mumi itu. Lalu beliau memutuskan untuk bertemu dengan para ilmuwan Islam mengenai sejarah Nabi Musa, kekejaman Firaun sampai Bani Israel meninggalkan Mesir dan dikejar Firaun dengan seluruh bala tentera di belakang mereka. Sampai seorang ilmuwan islam berdiri untuk membacakan Al-Qur'an dan Dr. Bucaille mendengarkannya sendiri: “Maka pada hari ini Kami selamatkan badan kamu supaya kamu dapat menjadian pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudah kamu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (Yunus: 92).” setelah mendengar ayat ini, hati Dr. Bucaille benar-benar tersentuh. Beliau akhirnya mengakui kebenaran ayat itu karena ia dapat diterima akal manusia dan memberikan satu inspirasi serta dorongan kepada sains untuk maju menerka lebih jauh lagi.
Lalu dengan hati yang penuh kebimbangan menahan hati yang haru, beliau pun bangun dan dengan suara yang lantang berkata: “Sesungguhnya aku masuk Islam dan beriman dengan al-Quran ini.” Tidak sekedar mengakui kebenaran dan memeluk Islam tetapi dia  pulang ke Perancis dan menggali seluruh isi al-Quran. Akhirnya beliau berjaya menerbitkan buku yang sangat mengejutkan seluruh dunia dan hingg kini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa pada tahun 1976, yaitu The Bible, the Qur’an, and Science : The Holy Scriptures Examined in the Light of Modern Knowledge.
Melalui buku ini, Dr. Bucaille kemudian lebih dikenal sebagai Dr. Yahya Maurice Bucaille yang berhasil membuktikan bahwa al-Quran adalah kitab dengan fakta-fakta sains sementara kitab Injil adalah sebaliknya. “Sains dan Islam umpama saudara kembar yang tidak boleh dipisahkan. Ini karena Injil terdapat berbagai kesalahan dari aspek saintifik tetapi tidak ada sedikitpun kesalahan seperti itu ada dalam al-Quran. “Al-Quran yang di dalamnya diceritakan segala penjelasan mengenai fenomena alam semula jadi yang sangat bertepatan dengan sains modern,” katanya. Beliau memberikan kesimpulan bahwa tidak diragukan lagi, al-Quran benar-benar kalam Allah.
 
;